ADF.LY

Kamis, 25 Maret 2010

Kisah Full Time Mom

Aku termasuk orang yang tersesat di jalan yang benar. Diawali dengan mendapat ijab sah sebelum ijasah, sehingga pendidikanku di IPB tertunda penyelesaiannya. Ku pikir ijab sah tidak akan menghalangi ijasah, karena skripsi ku tinggal ditulis, data sudah diolah. Ternyata ada satu konsekuensi logis dari ijab sah, get pregnant…!! Moodku jatuh… Skripsi tertunda.

Jadilah aku terpuruk dalam tugas mulia menjadi ibu rumah tangga. Waktu Netta, putri sulungku umur 3 tahun, aku mengumpulkan semua yang terserak dari cita-citaku, menjadi ibu rumah tangga putus kuliah adalah beban moral… Sesuatu yang kumulai harus ku selesaikan kalau tidak maka aku bukanlah Aku. Maka dengan gundah ku telusuri kemungkinan penyelesaian studiku… Terbersit keyakinan pasti bisa.

Alhamdulillah, aku harus buat penelitian ulang. Kali ini dosen memudahkanku dengan mengusulkan mencari data time series dan studi pustaka saja. Dua dosen pembimbing, ketua dan sekretaris jurusan, pegawai perpustakaan dan semua orang yang terlibat penyelesaian studi memberi kemudahan. Mungkin mereka melihat semangatku sebagai mahasiswi kadal hampir 9 tahun, hanya tinggal sisa-sisa jika dipersulit pasti apinya mati. Mereka menghargai sulit jalan yang ku tempuh, datang ke kampus harus menggendong Netta yang baru 3 tahun umurnya karena tak ada tempat menitipkan dia. Gaji suamiku hanya cukup untuk biaya penyelesaian kuliah saja tak ada budget untuk pengasuh, maka ku bawa saja dia ke kampus. Tidur siangnya harus pindah di lab atau di perpustakaan yang jauh dari nyaman, tapi ia tak pernah rewel. Menghias kampus dengan canda cerianya. Hingga mereka yang mengenalnya akan bertanya jika Netta tak ada di sisiku.

Semua selesai hanya dalam waktu kurang dari tiga bulan berkat segala kemudahan yang ku terima, tanpa melanggar prosedur. Mungkin Allah SWT meridhoi usahaku memenuhi janji pada Mama, menyelesaikan kuliah. Saat itu aku merasa full of spirit lagi, tinggal… reach out n fly… tomorrow will be in my hands… Aku punya cita-cita lagi… Jabatan sebagai Ibu Rumah Tangga akan segera kutinggalkan.

Tapi Sang Maha Berkehendak punya rencana lain, belum sampai hari wisudaku, aku hamil lagi. Saat ijasah keluar, kandunganku sudah 5 bulan. Tidak mungkin berburu pekerjaan, mana ada yang mau terima ibu hamil. Ijasah kusimpan, masih optimis ku undur rencana cari kerja setahun lagi.

Fella pun lahir. Menjelang selesai masa ASI eksklusifnya aku mendengar ada lowongan jadi guru. Syaratnya cukup ijasah S1 dan menguasai bahasa inggris. Wah, Aku banget. Ku keluarkan ijasah. Kalau suami gajian, aku akan ke kampus buat legalisasi. Belum sampai ketemu tanggal gajian, aku terima kenyataan hamil lagi. Oke, rencana cari kerja ku tunda lagi.

Faza lahir dengan segala komplikasinya, sementara urusan cari kerja terlupa. Waktu kondisi Faza membaik dan stabil, cita-cita mencari kerja menyeruak ruang hati lagi. Betapa inginnya aku berhenti menulis status pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Ada lowongan guru kursus bahasa inggris. Di NF kalau ga salah. Ku keluarkan ijasahku lagi, mengingat aku belum jadi buat legalisasi. Apa mau dikata, Allah SWT selalu berkehendak lain dari mauku. Aku hamil lagi, yang ke 4.

Dengan kondisi Faza, Fella yang masih kecil dan kehamilanku, hingga kelahiran Ghazi, perlahan ku kubur cita-cita mencari kerja dalam-dalam di hati. Mungkin rizki ku bukan berbentuk harta dan tahta. Tapi cinta dan kasih sayang. Investasi yang kutanam dan kurawat subur di diri tiap anak ku. Kuperindah mereka dengan takwa dan ilmu. Semampu ku, sebesar ilmu yang belum seberapa ku miliki.

Cita-cita ku pun beralih, ku ingin jadi bunda yang selalu mencari ilmu, memberi dan melakukan hanya yang terbaik bagi anak-anak ku. Hingga Allah SWT berkenan membantuku mendidik mereka menjadi generasi yang kuat, pejuang bagi umat dan agama Nya. Bukan sekedar penyejuk mata, tapi ingin ku lihat mereka menjadi Muttaqina Imama, seperti dalam doa. Bukan cita-cita sederhana, banyak hal harus ku cari dan pelajari untuk mewujudkannya. Tapi akan ku upayakan semaksimal mungkin.

Hingga tiba satu saat, seorang ipar menegur. Kenapa kamu ngga cari kerja, kan sudah sarjana. Sampai kapan mau bergantung pada pencaharian suami? Ngga mau punya penghasilan sendiri? Jangan malas, mumpung umur masih bisa dijual. Hati ini tersentak seperti ditantang ribut. Ada sesuatu yang belum sempat kubuktikan. Aku juga bisa menghasilkan, bukan anak saja yang dibanyakin. Aku bakal punya sesuatu untuk kubanggakan. Sepertinya aku mulai disorientasi.

Berkaca aku, kulihat wanita tanpa cerita diri, kisahnya hanya tentang anak-anak saja. Banggakah aku dengan hidupku? Mama pasti kan kecewa melihatku tak punya ruang di dunia. Hanya di rumah tanpa masa depan. Sesuatu harus dirubah, banyak yang harus dibenahi. Aku bangga menjadi ibu ke-4 anakku, tapi aku belum bangga dengan hidupku sendiri. Astaghfirullah betapa kurang bersyukurnya aku saat itu.

Proses berjalan, ku mulai transformasiku dengan merapikan diri. Timbunan lemak harus turun, tubuh dan penampilan harus ramping, energik dan fit lagi. Seperti aku yang dulu. Akupun berubah, cahayaku yang redup mulai bersinar. Hati dan pikiran bangkit, aku harus mulai cari peluang lagi. Allah SWT yang Maha Mendengar tetap memberi sebuah jalan.

Aku ingat betul hari itu, 13 – 15 Maret 2009. Yaa belum lama, sebuah seminar merevolusi cara pandangku. Setiap orang punya potensi menciptakan peluang, yang paling mungkin di sekitarnya. Dan nothing is impossible, kalau kita cukup punya mimpi dan bahan bakar untuk mewujudkannya. Betul, peluang pun tercipta.

Sayang saat itu aku salah arah, meski Sholat Dhuha sudah ku lakukan untuk memastikan langkah. Aku pun berlari mengejar peluang tanpa ingat anak-anak yang ku tinggal di rumah. Ku pikir, sudah ku lakukan semua. Cukup waktu untuk jadi ibu rumah tangga saja. Waktuku sudah tiba untuk berkarya.

Hasilnya… untung belum kuraih rugi sudah kutanggung. Hari anak-anak ku berantakan. Sholat mereka kacau, disiplin dan kemandirian terlihat nyata hilang arah. Diet TV, aktivitas luar rumah semua ngga terjadwal. Meski pengasuh mereka handal, ternyata tak cukup menggantikanku. Mereka terlihat kurang bahagia, kalau boleh ditanya mereka mau bundanya di rumah saja. Dalih mencarikan tambahan income sepertinya terlalu mengada-ada, terdengar seperti gerutu kurang syukur akan nikmat yang ada.

Harus ada yang direm. Peluang harus dicari tapi tidak dengan membabi buta. Pasti ada cara yang bisa mengakomodasi semua kepentingan. Mungkin ini hikmah yang harus kupetik. Padahal dalam perjalanan mencari peluang selama 2 minggu, Allah SWT sudah mempertemukan aku dengan lebih 20 pasangan tanpa anak yang begitu mendambakannya, tapi tak seberuntung aku. Aku baru tahu ini maknanya. Anak-anakku harus come first, apapun keputusan yang kubuat. Itu tanggung jawab terbesarku, yang akan dimintai laporan di akhir hayat.

Dan here I am, hadir di hadapan teman-teman menuliskan satu per satu, apa yang ada di hati dan pikiran. Sesuai petunjukNya, demi menambah amal dari manfaat yang mungkin kutebar lewat tulisan. Sambil berharap suatu saat ada peluang datang, memberiku kesempatan melahirkan karya. Dan meletakkan namaku di percaturan dunia, sebagai satu wanita yang bercita-cita merubah dunia dengan tangannya, tanpa banyak meninggalkan masterpiece garapannya.

Netta, Fella, Faza dan Ghazi. Sumbangsih terbesar yang mungkin kuberikan bagi umat dan agama. Kalau aku belum berhasil mewujudkan cita-cita di masa kini. Mungkin mereka kelak yang akan melakukannya, empat kali lebih baik dan empat kali lebih hebat. Menjadi manusia yang empat kali lebih manfaat. Yaa mereka berempat. Semoga, Amiin..Amiin.., Allahumma Amiin.

By Arifah Handayani

Sumber: Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I >

Tidak ada komentar:

Posting Komentar