ADF.LY

Selasa, 06 April 2010

Orang tua sebagai mitra dan fasiitator Pesan Baru

Orang tua sebagai pendidik utama dalam menyelesaikan masalah anaknya. Terapi yang semula disangka baik oleh orang tuanya tetapi ternyatata berdampak lain. Bagaimana kita memposisikan itu ?

Biasanya anak selalu menempatkan orang tuanya sebagai tempat bertanya. Anak biasanya menganggap orang tuanya serba bisa untuk menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan - pertanyaan. Orang tua dianggap "dewa" oleh anak2nya. Munculkan kearifan dalam menerima pertanyaan anak. Setiap anak bertanya orang tua harus bersikap antusias dan perhatian. Ajak anak mencari jawaban atas pertanyaannya tersebut jika kita belum mengetahui jawabannya. Disini harus ada keharusan orang tua untuk memiliki wawasan yang seluas - luasnya akan ilmu. Akan tetapi ilmu itu tidak untuk diddiktekan secara paksa pada anak melainkan untuk memperkaya cara orang tua dalam memberi arahan dan bimbingan.

Ada sebuah kisah seorang petani dari sulawesi selatan yang buta huruf tetapi ia beruntung memiliki anak yang semuanya menjadi sarjana. Ternyata pak petani ini mengajak anaknya untuk mencintai ilmu dengan mencarikan teman bergaul yang baik. Pak petani ini sering mengumpulkan anak2 untuk diajak ke toko buku untuk memilih buku yang mereka sukai sebagai hadiah atas prestasi yg mereka capai. Atau menganjurkan anak2 nya untuk meminjam buku di perpustakaan secara teratur. pak petani ini juga suka mencari - cari pertanayaan lalu mengajak anak2 nya itu untuk sama2 mencari jawabannya. Disini terlihat pak tani ini hanya sebagai fasilitator saja. Dia hanya menghantarkan anak2nya untuk cinta belajar.

Kuncinya adalah kita menciptakan suasana yang kondusif pada anak2 untuk mencintai belajar, semua waktu... kapan dan dimanapun di jadikan ajang untuk belajar.
By:Susy Susiawati
Sumber : Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>

Life Long Learning Program

Sebagian besar anak - anak kita itu dihabiskan di rumah. Yakinlah bahwa rumah sebagai pusat kehidupan kita. Walaupun anak - anak kita sudah masuk sekolah full day tetapi yakinlah bahwa waktu mereka lebih banyak dihabiskan di rumah. Sehingga kita sebagai orang tua harus mempersiapkan rumah menjadi tempat yang menyenangkan mereka untuk belajar dan mencari ilmu. Untuk menyiapkan itu semua memang kita harus memiliki media atau sarana belajar bagi anak - anak kita. Life Long Learning Program dirancang untuk membantu keluarga muslim menyiapkan rumah keluarga muslim supaya menjadi pusat belajar yang asyik serta melibatkan semua keluarga. Yaitu :

1. Halo Balita, Yang membantu orang tua dalam mengoptimalkan masa keemasan anak terdiri dari 25 buku cerita anak. 9 buku untuk melataih kebiasaan dan kemandirian anak dalam melakukan kegiatan sehari - hari. 11 jilid buku melatih anak agar mulai memahami dan menerapkan nilai - nilai moral dasar. 5 jilid buku melatih anak melakukan aktivitas yg merupakan pengembangan awal keyakinannya dalam kehidupan beragama. Ditambah dengan 3 buah boneka tangan.

2. I Love Al - Qur'an mengajak anak - anak untuk belajar Al - Qur'an dengan cara asyik dan menyenangkan serta menyampaikan pesan - pesan melalui bahasa visual yg sangat menarik dan bahasa teks untuk anak yang sangat komunikatif. Terdiri dari 1 set permainan edukatif, 1 cd lagu plus buku lagu, 1 jilid kamus, 15 jilid tafsir dan terjemahan, 15 jilid mushaf Al - qur'an.

3. Ensiklopedi Bocah Muslim berisi pengetahuan dasar yang dibutuhkan anak serta untuk mengembangkan 3 kecerdasan utama anak ( IQ, EQ, dan SQ ). terdiri dari 15 jilid. Masing - masing membahas tema tertentu.

4.Ensiklopedi Muhammad SAW yang disajikan secara kronologis dan tematis yaitu terdiri dari :
a. Muhammad SAW sebagai Nabi
b. Muhammad SAW sebagai pedagang
c. Muhammad SAW sebagai pendidik
d. Muhammad SAW sebagai negarawan
e. Muhammad SAW sebagai Hakin
f. Muhammad SAW sebagai pribadi mulia
g. Muhammad SAW sebagai suami dan ayah
h. Muhammad SAW sebagai pecinta ilmu
i. Muhammad SAW sebagai pemimpin militer
j. Muhammad SAW sebagai pejuang kemanusiaan.

Bagi teman2 yang berminat memiliki program ini bisa melalui email saya. Susysusiawati@yahoo.co.id.
By: Susysusiawati

Sumber : Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>

Knowledge is Power : Hidup Sesuai Hasrat Lewat Rajin Membaca Buku

Pernahkah menghitung jumlah buku yang Anda miliki atau mungkin yang sudah Anda baca di perpustakaan ? Atau pernahkah anda menargetkan untuk menghabiskan sebuah buku dalam kurun waktu tertentu ? Tahukah anda, bahwa tingkat keilmuan kita saat ini tidak lagi diukur dengan gelar yang berjajar di sekitar nama kita?

Seorang hebat pernah mengatakan bahwa pendidikan formal tidak dapat mengalahkan pengetahuan yang diperoleh dari rajin membaca. Dengan menginvestasikan waktu 10.000 jam, belajar dan berlatih mengenai hal tertentu, misalnya memasak, main musik bahkan ilmu pemasaran, maka anda akan menjadi ahli dalam bidang tersebut secara otodidak. Jika kita hitung 1 hari = 24 jam, 100 hari = 2400 jam. Maka 10.000 jam itu hanya sekitar 417 hari, jika 24 jam full kita gunakan untuk membaca.

Kabarnya Beatles sebelum meledak sempat wara wiri main musik serabutan sambil terus belajar berkomposisi sampai lebih dari 5 tahun, di mana mereka menghabiskan 10 jam sehari bermain musik. Maka ketika meledak, mereka sudah menghabiskan waktu 18.000 jam untuk mengasah talenta musik. Contoh lain adalah Ade Rai, yang menjadikan fitness hobinya bertahun-tahun. Kini dia hidup sukses lewat industri fitness yang dicintainya.

Maka teman jika anda merasa hidup yang anda lakoni saat ini belum cukup memuaskan hati, dalam arti mungkin pekerjaan saat ini tidak sesuai dengan hati atau hobi (tanpa bermaksud menjadi manusia yang tak bersyukur). Maka belum terlambat untuk menjadi ahli di bidang yang anda sukai, tanpa harus sekolah lagi. Mulailah sejak hari ini melahap semua buku tentang bidang yang anda minati dan yakinkan paling lama 10 tahun lagi anda sudah akan beralih menekuni bidang yang menjadi hobi anda.

Hukum 10.000 jam ini jika dapat kita terapkan pada anak-anak kita bukankan akan menjadi investasi yang dahsyat…? Untuk itu membiasakan anak membaca buku adalah mutlak diperlukan sejak sekarang. Lewat membaca kita dapat menemukan bidang apa yang diminati anak melalui buku-buku yang digemarinya. Pada diri anak-anak kita terdapat potensi luar biasa, tinggal bagaimana kita menemukan dan mengelolanya. Mungkin ada beberapa bakat dan hobi anak kita yang mungkin potensial untuk dikembangkan.

Belajar membaca sejak dini tidak otomatis membuat anak menjadi pecinta buku. Kitalah yang menularkan kebiasaan luar biasa ini pada anak, dimulai cukup dengan membacakan buku 20 menit sehari sejak dini. Selain itu anak juga butuh role model orang tua yang mencintai buku.

Alhamdulillah, di rumah saya buku bertebaran di mana-mana. Saya tidak pernah berusaha merapikannya, karena percuma. Dalam waktu singkat akan segera kembali berantakan lagi. Semua anak saya suka buku, begitupun saya dan ayahnya. Tumpukan buku dan majalah di setiap sudut rumah adalah hal yang biasa. Investasi kami untuk buku jauh di atas budget kebutuhan tersier lainnya. Bahkan anak-anak jika diberi pilihan buku atau mainan dengan kisaran harga yang sama, maka mereka akan pilih buku. Tinggal saya dan ayahnya yang dikejar-kejar untuk membacakan buku karena 3 dari 4 anak kami masih belum bisa baca.

Jika anda belum memulainya dengan alasan tidak hobi, maka cobalah berpikir ulang dan lihat manfaatnya. Knowledge is Power, buku adalah sumber knowledge yang luar biasa. Mulai dari sekarang jadilah Smarter Parents dengan meluangkan lebih banyak waktu untuk membaca dan membacakan buku bagi anak-anak anda.

Get Smarter Every day…
Sumber :Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>

Senin, 05 April 2010

0 0 Terjemahan Terjemahan Nyalakan penerjemahan di tempat Nyalakan pelaporan di tempat Beri suara untuk terjemahan Aplikasi Terjemahan 0 Permintaan

Pernahkah Anda merasa terkubur dalam hidup Anda sehari-hari ? Seakan-akan Anda tidak lagi memiliki diri Anda sendiri, tidak punya waktu dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang memang benar-benar Anda inginkan bukan sekedar kewajiban sebagai ibu, isteri dan wanita pekerja ? Merasa terlalu tua untuk memulai segala sesuatu dari awal, padahal saat ini anak-anak tidak lagi membutuhkan 100% kehadiran Anda?

Pernahkah Anda bercermin dan menatap wajah orang yang tak berdaya di dalamnya, terpekur merasa belum melakukan apapun yang berarti dalam hidup ini, selain berbakti pada keluarga, hanya suami dan anak-anak dalam dunianya? Pernahkah Anda merasa tertinggal dari rekan-rekan Anda wanita yang berkarier di luar rumah, menghasilkan banyak uang dan melakukan apapun yang mereka inginkan. Sebenarnya terbersit sedikit rasa iri dalam hati tapi kemudian Anda menghibur diri dengan mengatakan apa yang sedang Anda jalani lebih mulia karena tugas isteri dan ibu yang paling penting diberikan Sang Pemilik Hidup adalah berada di rumah dan memastikan rumah tangganya baik-baik saja. Anak-anak dan suami Anda dirawat dengan sempurna dan ikhlas oleh tangan cekatan Anda sendiri.

Sayangnya, kemudian Anda lupa merawat diri Anda sendiri, baik secara lahir – tubuh Anda menjadi begitu berat dan tidak energik. Tidak lagi bebas memilih pakaian, bahkan untuk bersolek di depan suami karena tumpukan lemak yang ingin Anda sembunyikan. Juga batin – kemampuan intelektual dan emosional Anda ikut kering dan beku, bekerja sekedarnya sesuai kebutuhan ibu rumah tangga yang umum. Pikiran Anda tidak setajam dulu – sedikit berkarat dan terpasung, tak mampu lagi mengerjakan soal matematika sederhana tanpa bantuan kertas dan pena, atau Anda merasa kesulitan menyusun kalimat yang tepat saat harus sedikit memperjuangkan kebutuhan Anda di hadapan suami yang gemar melarang.

Anda tidak pernah membuat target dan perencanaan apapun yang menuntut otak Anda bekerja lebih keras apalagi menghasilkan sesuatu yang dapat menunjukkan kemampuan berpikir Anda. Tak ada lagi buku yang pernah Anda baca dan serap sampai tuntas untuk menambah wawasan dan mengisi bejana intelektual Anda yang pernah begitu penuh saat Anda menjadi pelajar atau mahasiswa.

Yang paling menyedihkan adalah kehilangan gairah hidup dan cita-cita yang pernah Anda miliki dulu, waktu Anda di sekolah atau kuliah, saat Anda merasa hidup masih memberi Anda hak merencanakan cita-cita setinggi bintang di langit.

Yang Anda lakukan setiap hari cukup melaksanakan kewajiban di rumah untuk suami dan anak-anak dengan penuh keikhlasan hanya mengharap pahala dari Sang Pemilik Hidup. Itulah tujuan hidup Anda saat ini, tak ada lagi cita-cita apalagi masa depan bagi hidup Anda.

Anda merasa cukup dengan going with the flow, tidak lagi punya hasrat untuk mengendalikan hidup Anda lagi. Anda yakin apa yang ada lakukan sudah bernilai ibadah dan akan membawa kebahagiaan di dunia dan akherat.

Apakah ini salah ?
Tentu saja tidak, kalau Anda belum tahu bahwa kita wanita, juga punya potensi, hak dan kewajiban untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik. Meski anda tetap fokus mengurus rumah tangga, Anda dapat memulai usaha Anda dengan membuka pikiran akan hal lain yang dapat anda perbuat dari rumah.

Tapi Saya yakin, dengan memilih untuk terus membaca note ini, maka Anda termasuk wanita yang masih memiliki hasrat terpendam untuk memberikan yang terbaik bagi dunia, membuat perubahan bagi kebaikan bumi, menghasilkan banyak uang dan yang utama menjadikan hidup Anda begitu bermanfaat tidak hanya bagi keluarga Anda sendiri tapi juga untuk umat dan alam semesta, sehigga Sang Pemilik Hidup semakin Ridho pada Anda karena telah menggunakan segenap potensi dariNya dengan maksimal untuk memperbaiki dunia milikNya yang mulai berantakan sebagai ulah manusia lain yang tidak semulia Anda. Anda setuju dan sependapat dengan Saya ?

Then the time is set, waktu Anda sudah tiba untuk mulai bangkit dan bergerak, nyalakan BOM WAKTU yang sudah terpasang dalam diri Anda sebagai default factory setting dari Sang Pencipta, dan MELEDAKLAH ! Gali semua potensi yang Anda miliki. Perbaharui cita-cita Anda. Kembalikan keinginan Anda untuk merengkuh dunia. Berbekal kebijaksanaan yang telah diberikan hidup, kepercayaan diri yang baru, kamauan untuk terus tumbuh dan belajar, maka tak akan ada lagi halangan yang tak dapat ditembus atau masalah tanpa jalan keluar. Semua MUNGKIN dan tak ada yang MUSTAHIL dalam hidup ini selama kita YAKIN. Semua ini kita lakukan dengan niat ingin menjadi manusia yang terbaik, dengan menjadikan hidup kita manfaat yang tak terbatas bagi sesama manusia dan alam semesta. Meski semua tetap dikerjakan tanpa banyak keluar rumah.

Maka Ridho Sang Pemilik Hidup akan senantiasa bersama kita. Memudahkan setiap langkah yang kita buat menuju hari esok yang ebih baik. Amiin. By: Arifah handayani


Sumber: Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>

Ketika Anak Bertanya pada Ayahnya Pesan Baru

"Abi..Kok ngga kerja?"

Itu pertanyaan Naya, puteri saya yang berusia mendekati 2 tahun 9 bulan yang diajukan Senin pagi kepada saya.Karena, saat itu saya ada di rumah, sedang menyelesaikan materi presentasi pelatihan menulis di laptop.

Saya sejenak terdiam. Bisa saja menjawab panjang lebar tentang apa itu kerja kepada Naya, bahwa kerja itu tak perlu pergi ke kantor, bisa dilakukan di rumah.

Tapi, sesuai dengan apa yang dianjurkan Rasulullah, bahwa berbicaralah sesuai dengan bahasa akal dari orang yang diajak bicara; maka saya pun sejenak memahami dulu apa yang dipikirkan Naya tentang kerja.

Mungkin saja, karena sekali-kalinya saya kerja kantoran, sejak Naya lahir adalah selama 3 bulan berangkat pagi jam 06.30 dan pulang jam 18.30; setiap hari.. Senin - Jum'at, kalau Sabtu pulangnya jam 17.00.

Sepertinya, yang dipahami oleh Naya tentang kerja adalah 'pergi keluar rumah jam tertentu dan pulang kembali pada jam tertentu'.

Hmmm.. dengan pemahaman itulah saya berusaha menjawab pertanyaan Naya...

"Sayang.. Abi hari ini libur, kerjanya di rumah, sambil nemenin Naya... mau ditemenin nggak?"

Naya senyum, manis banget.

"Mau dong.." kata Naya.

Saya pun kemudian menyanyikan magic song.. lagu pramuka yang ampuh untuk anak-anak..

"Siapa suka hati dipangku Abi..."

Naya bergerak ke pangkuan saya..

"Siapa suka hati cium Abi..."

Naya pun mencium saya.... Naya berhenti bertanya, walaupun saya tahu, jawabannya tak memuaskan, tapi paling tidak, pertanyaannya ada respon.

(Lagu ini hanya ampuh untuk anak-anak, tidak untuk isteri atau orang dewasa lainnya.. hati-hati..).

Memang anak-anak punya seribu satu pertanyaan setiap hari; dan ada orang tua yang menjawab berdasarkan kepintaran dirinya, ada juga yang menjawab dengan terlebih dahulu memahami persepsi anaknya. Tentu tak sederhana, tapi tak salah untuk dilakukan.

Saya jadi ingat dengan kisah yang saya dapat dari milist.

Ada seorang anak usia SD yang bertanya kepada ayahnya yang sedang sibuk baca koran.. Anak itu mendatangi ayahnya dengan membawa selembar kertas dan pulpen.

"Ayah.. sex itu apa ya...?"

Ayahnya berhenti sejenak dan memperhatikan anaknya. Dalam hati dia berkata.."wah.. anakku mulai bertanya tentang sex... belum waktunya.."

Akhirnya ayahnya menjelaskan tentang sex, seperti menjelaskan pelajaran biologi, kadang dibantu dengan gerakan tangan. Anaknya bengong dan menyodorkan selembar kertas...

"Ayah... di formulir ini ada yang harus diisi, setelah nama dan tanggal lahir, ada pertanyaan sex, isiannya kecil M/F (Male/Female). Kalau penjelasannya panjang begitu, gimana ngisinya..."

Anaknya bingung. Ayahnya melongo...

Si Ayah menjawab berdasarkan kepintarannya, tapi tak cukup cerdas memahami persepsi anaknya. Hmm.

Kadang, anak itu bertanya tak butuh dijawab dengan detail, seringkali mereka hanya butuh respon, hitung-hitung sedang menarik perhatian. Bukankah banyak orang tua yang ketika ditanya anaknya, kebetulan lagi baca koran, masak, atau ada aktivitas lainnya, malah merespon dengan tak seharusnya; apakah kata-kata atau malah intonasinya.

Yakinlah, ketika anak bertanya, sesungguhnya pikiran bawah sadarnya terbuka, sehingga kita bisa memberikan informasi yang banyak bagi mereka. Oleh karena itu, dorong anak untuk bertanya dan respon dengan baik. Perlu kepintaran untuk menjawab dan perlu kecerdasan untuk menjawab sesuai kebutuhan.
BY:Baban Sarbana

Sumber: Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>

Mempersiapkan Calon Generasi Cerdas, Aktif dan Kreatif Pesan Baru

Saya bukan seorang psikolog atau pendidik anak usia dini. Pantaskah saya menjawab pertanyaan semacam ini. Atau sebaiknya saya suruh Smart Parent yang bertanya cari buku tentang masalah itu saja. Soalnya yang bertanya adalah seorang ayah, dari profilnya Ia adalah orang yang berpangkat dan disegani.

Dalam bimbang, saya teringat keempat anak saya dan polah tingkahnya. Sejauh ini ingin saya berbangga dengan tumbuh kembang mereka, tanpa menjadi jumawa. Saya harus bersyukur anak-anak saya berpotensi menjadi calon generasi yang cerdas, aktif dan kreatif. Dan pengalaman dalam mengasuh, mendidik dan mendampingi mereka selama ini mungkin harus saya bagi ke sesama orang tua. Bukan karena saya merasa sudah menjadi Smart Parent (We never be smart enough for them), lebih karena saya ingin share dan mengharap timbal balik aktif dari ortu yang lain. Mari kita bertukar info dan pengalaman sehingga kita makin kaya dan tambah cerdas tentunya. Akhirnya saya rangkum pengalaman saya, dan share dengan Ayah tersebut.

Ada 8 poin yang berhasil saya rangkum dari pengalaman saya berusaha menjadi ortu cerdas, yaitu :

1. Beri lingkungan untuk tumbuh kembang yang bahagia, buatlah anak-anak kita sering tertawa. Jauhkan dari stress ortu atau pertengkaran orang dewasa. Bahagia menghasilkan stimulasi positif di otak sehingga meningkatkan kecerdasannya. Bukan berarti anak sama sekali tidak boleh menangis. Disiplin dengan reward dan punishment tetap harus ditegakkan. Jangan sampai anak menjadikan tangis senjata untuk memperoleh semua kemaunanya.

2. Latih Mandiri, beri kesempatan anak seluas dan sedini mungkin untuk bermimpi, berbuat dan menembus batasan diri mereka. Agar segera mampu memenuhi semua kebutuhan mereka sendiri tanpa bantuan. Mulai kebutuhan bergerak, meraih, tengkurap, merangkak, duduk, memanjat, berjalan dan berlari – hingga kebutuhan berkomunikasi, makan dan minum, mandi dan berpakaian, bermain dan berangkat ke sekolah – harus dapat segera mereka kuasai dan lakukan sendiri tanpa bantuan. Jangan sampai anak tidak tahu batasan dirinya karena tidak mandiri, terbiasa orang lain melakukan semua untuknya

3. Tanamkan rasa percaya diri, sesudah anak berhasil mandiri sesuai umurnya. Mengenali kemampuan diri akan membangkitkan rasa percaya diri anak akan kemampuannya. Sehingga kita dapat memotivasi mereka untuk dapat belajar melewati batas kemampuannya itu. Jika kita ingin melahirkan generasi yang tangguh. Jangan lemahkan mereka dengan kecemasan dan kekuatiran ortu yang ngga rasional.

4. Bacakan buku yang bagus dan bermanfaat minimal 20 menit setiap hari dengan gaya pendongeng sejak bayi 7 bulan dalam kandungan. Kebiasaan ini akan membuat anak cinta buku dan hobi membaca. Ortu juga perlu memberi contoh suka membaca. Knowledge is power, remember…

5. Ajak anak bermain dengan sepenuh hati. Banyak permainan cerdas dan bernilai stimulasi tanpa perlu merogoh kocek. Misal bermain peran. Membuat mainan sendiri. Untuk yang kebih kecil ci luk baa dan di mana mainan ku juga sudah bagus.

6. Penting untuk mengajari mereka cara komunikasi, berdiskusi, berpikir, memilih dan mengambil keputusan sendiri sejak dini. Agar mereka segera mengenali hal penting yang diperlukan. Dengan begitu mereka tidak perlu menangis hanya untuk minta sesuatu. Katakan saja apa maumu, kita akan mendiskusikannya.

7. Ajak anak bergerak dan berolahraga. Motion will create positive emotion. Bersepeda, jalan pagi atau main kejar2an adalah alternatif yang murah meriah.

8. Jauhkan acara TV yang tidak mendidik, sejak bayi dalam kandungan saat mereka sudah bisa mendengar. Banyak acara TV yang mengumbar emosi negatif dan dialog yang merusak pikiran anak. Kata Kak Seto dan Bu Roosie (Reading Bugs), kalau mau bicara pendidikan anak matikan televisi. Selektif memilih acara dan menerapan diet TV akan bermanfaat dalam mendukung kecerdasannya.

Semua poin di atas jika dapat diterapkan dengan baik terutama di masa Golden Age anak (0 – 4 thn), akan membuat anak kita kaya pengalaman yang pada gilirannya akan menghasilkan kemampuan diri yang kaya juga. Sehingga anak berpotensi menjadi generasi yang cerdas, aktif dan kreatif.Mau tahu sejauh mana potensi anak kita sudah berkembang, dan keberhasilan tumbuh kembangnya ?

Tri Gunadi, OTR, S.Psi dalam sebuah Talkshow yang digelar Parents Guide Club mengungkapkan, setidaknya ada 10 ciri yang dapat diihat di diri anak usia 1-5 tahun, menunjukkan tumbuh kembangnya telah berjalan optimal. Yaitu :
1. Inquirers (Pencari tahu)
2. Knowledgeable (Berpengetahuan)
3. Thinker (Pemikir)
4. Communicator (Komunikatif)
5. Principled (Berprinsip)
6. Open Minded (Terbuka)
7. Risk Taker (Berani mencoba)
8. Well Balance (Seimbang)
9. Caring (Penyayang)
10. Reflective (Mampu berkaca diri)

Satu hal yang membuat saya berani menerbitkan tulisan ini, adalah karena saya melihat 10 poin di atas Alhamdulillah sudah terinstal di diri keempat anak saya dengan kadar yang berbeda-beda sesuai keunikan mereka sebagai hasil pendidikan dan pengasuhan di rumah. Mudah-mudahan ada manfaat dari tulisan ini.

Get Smarter Everyday…


Sumber: Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>

Menjadi Ayah = Pilihan Sadar

Beberapa hari yang lalu seorang teman menulis tentang "harapannya" kepada sang (calon) istri agar dapat menjadi solehah dan sekaligus menjadi murobbiyah anak-anaknya kelak... Kucoba untuk menyelami kalimat ke kalimat, lalu merenungkannya......... hmmmmm

Namun, saya tergelitik untuk menambahkan pendapatnya, semoga bisa menyempurnakan...

Dalam mendidik anak-anak kita
Ayah adalah murobbi istrinya
Model sejati dari anak2nya. Model dari perilaku, akidah, ibadah dan juga karakter kepemimpinan....
Ayah adalah murobbi bagi anak2nya, sementara istri adalah guru bagi anaknya (murobbi lebih lengkap dari sekedar guru). Murobbi adalah juga seorang ayah, seorang guru/ustad, seorang pemimpin, dan seorang kawan dalam perjalanan....

Kelak di akhirat ayahlah yang akan ditanya mengapa anak menjadi begini dan begitu, barulah ibunya....
Ayah pun akan ditanya mengapa istrinya begini dan begitu...
Cinta yang tulus, nafkah yang halal, perhatian yang berkualitas adalah kewajiban ayah pada istri dan anak2nya, seberapapun sibuk ayahnya...
Kerjasama yang intensif dan padu mutlak dibutuhkan suami dan istri untuk membina anak2nya
Tidak bisa hanya diberikan pada salah seorang saja..tidak bisa..... tidak bisa
Perencanaan harus melibatkan keduanya agar anak2 kita bukanlah menjadi anak biologis dan hasil senang2 semata
Tetapi menjadi anak2 masa depan, menjadi anak2 yang siap berhadapan dengan masanya..... Yang akan menjadi permata yang berkilauan kelak, meski kini masih menjadi batu kali.

Maka ketika mencari istri yang solehah, ketika kita akan berpangku dan mengandalkan istri kita, yang pertama harus kita lakukan adalah menjadi pria yang soleh dan bertaqwa pada Alloh. Mencintai istrinya dengan ikhlas dan apa adanya, dengan tetap bersemangat memperbaiki kelemahan istrinya. Menjadi ayah yang selalu berkomitmen untuk memberikan waktu bagi anak2nya, perhatian berkualitas bagi anak2nya, ayah yang berani meminta maaf ketika memang berbuat kesalahan pada keluarganya kemudian memperbaiki diri,

Bukan ayah yang yang di atas nama kesibukan pekerjaan, kesibukan aktifitas apapun, kemudian berdalih mengabaikan hak-hak anak dan istrinya.... Allah telah berjanji akan memberikan yang terbaik bagi orang-orang baik yang berusaha dengan usaha yang baik. Wa maa jazaaul ihsan illal ihsan......

Akhirnya tanggung-jawab mendidik anak yang soleh bukanlah sekedar tanggung-jawab seorang ibu yang solehah saja, tetapi juga bergantung pada ayah yang soleh pula, pemimpin sejati dalam keluarga muslim. Quu anfusakum wa ahliikum naaro.Selamatkan dirimu, dan juga keluargamu dari sentuhan adzab api neraka.

Ughhh betapa beratnya menjadi ayah..... Allohumma yassirnaa wa laa tu'assirnaa, Ya Allah mudahkan kami jangan sulitkan .... Karena semuanya akan kita lakukan.

Novi Hardian

Sumber: Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>

GARIS PEMBATAS RUANG DAN WAKTU ANAK KITA

Garis horizon akan selalu berubah tergantung posisi kita saat menatapnya, Bentang garis itu akan meluas ke segala arah seiring dengan bertambah tinggi posisi kita. Garis horison yang kita lihat adalah batasan kita. Kalau ngga mau terbatas selalu bergeraklah naik.

Tanpa sadar kita sering menetapkan garis horizon untuk hidup anak-anak kita. Membatasi gerak dan pikiran mereka. Menanamkan kekuatiran yang ngga rasional. Sikap ini dapat mengekang potensi anak-anak kita untuk Go beyond their horizon. Janganlah kita terlalu protektif atau perfeksionis, sehingga mengekang jiwa anak untuk mencari jalur pergerakannya. Karena jiwa-jiwa yang masih belia itu punya jalurnya sendiri. Mereka mungkin lebih kuat, tangguh, terampil dan kreatif dari yang kita bayangkan.

Pernah suatu hari teman meragukan kemampuan putranya yang ikut taekwondo bersama Netta anak sulung saya. Taekwondo akan bikin acara outing menginap lengkap dengan segala kegiatan yang pasti menuntut banyak energi. Namanya juga kegiatan bela diri. Teman saya ragu mendaftarkan putranya karena kuatir anaknya tidak akan mampu untuk survive di kegiatan semacam itu. Saya tanya apa anaknya punya penyakit. Tidak, tapi dia anak mama sekali. Makan aja kadang masih harus disuapi. Satu contoh kasih sayang ibu yang membatasi potensi berkembang anak.

Lain lagi saat anak kita baru mulai belajar berlari kencang, memanjat dan melompat. Alih-alih menyemangati anak untuk berlari lebih kencang, memanjat lebih tinggi dan melompat lebih jauh, orang tua lebih sering melarang, jangan nanti jatuh. Untuk anak penyuka tantangan larangan itu tak kan menghalangi. Bagaimana dengan anak yang lebih pasif, dia mungkin akan berhenti bergerak dan duduk tenang seperti mau orang tua. Hilanglah satu kemungkinan potensinya berkembang. Mana tau anak ini bakat jadi atlit.

Contoh lagi, saat batita (bawah tiga tahun) mau makan, ambil minum, bikin susu atau mandi sendiri. Bukannya mengajari bagaimana melakukan semua itu dengan benar dan rapi, orang tua sering kali mengambil alih rencana mereka, dan melakukan semua untuk anaknya. Dengan alasan takut berantakan atau nanti nggak habis atau kalo mandi sendiri ga bakal bersih. Akhirnya anak urung bisa sendiri.

Kalau berkegiatan, bergerak dengan bebas dan memenuhi kebutuhan sendiri saja dibatasi bagaimana anak mau mandiri. Mereka butuh mengetahui batas kemampuan diri. Sehingga kita dapat memotivasi mereka untuk dapat belajar melewatinya. Jangan sampai anak tidak tahu batasan dirinya karena tidak mandiri, terbiasa orang lain melakukan semua untuknya.

Jika kita ingin melahirkan generasi yang tangguh. Biasakan untuk memotivasi mereka selalu menguji batas kemampuan diri dan melewatinya. Berikan tantangan untuk menguji batasan mereka, beri sedikit push agar mereka dapat melewati batasan itu. Hingga akhirnya mereka terbiasa menghancurkan batasan-batasan itu sendiri. Jadilah mereka insan berkepribadian tangguh yang siap melangkah lebih jauh. Berlari lebih kencang. Dan melompat lebih tinggi. Bahkan terbang…

Sehingga tak ada lagi keterbatasan diri, mereka siap menghadapi tantangan apapun menuju sukses.

Mari kita biasakan menguji batasan kemampuan anak-anak sedini mungkin… Biarkan mereka berbuat lebih… Untuk dirinya… Dan orang-orang di sekitarnya… Jauhkan kekuatiran yang ngga rasional… Berikan latihan dan informasi secukupnya. Terakhir hindari melayani anak secara berlebihan… Suatu hari mereka akan berterima kasih untuk itu…

Sumber: Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>

Cerdas Bersikap : Mengharap Suami Menjadi Ayah Teladan

Seberapa besar para Ayah di rumah mengambil peran dalam pengasuhan dan pendidikan buah hati…? Sudahkah mereka memenuhi kriteria ‘Super Dad’ bagi anak-anak kita…? Apakah para Ayah sudah all out mengeluarkan segenap sumberdaya, baik itu waktu, tenaga, maupun pemikiran dan perasaan dalam proses mencerdaskan buah hati di rumah…?

Saya berharap Bunda sekalian menjawab, Alhamdulillah para Suami di rumah adalah sosok ayah teladan. Tapi jika ada di antara anda yang secara jujur tidak dapat menyatakan demikian, karena performa suami di rumah belum mencerminkan sosok ayah teladan, jangan berkecil hati. Anda tidak sendiri. Masih ada Bunda yang tidak seberuntung itu.

Bahkan Majalah Ummi edisi Juni, mengangkat masalah Peran Ayah di rumah dalam Topik Utama Ayahku Guruku, yang menurut saya wajib dibaca semua Ayah dari anak Indonesia. Karena ternyata banyak dari para suami yang belum mau terlibat aktif dalam proses pengasuhan dan pendidikan dalam mencerdaskan buah hati di rumah.

Dikatakan : “Keterlibatan ayah di rumah (di luar urusan ekonomi) kian menipis. Mereka merasa diri telah menjadi ayah cukup dengan menjalankan peran sebagai pencari nafkah (apalagi sang Bunda diam di rumah). Anak-anak pun terbiasa tumbuh tanpa mereka dan setelah besar mungkin akan bertanya, ‘emang duit doang cukup, Ayah?’ Ayah yang lebih suka bekerja di luar seringkali masih membawa pekerjaan lengkap dengan stressnya ke rumah. Sehingga jadilah mereka pribadi yang cuek, nggak mau ambil porsi lebih besar dalam mendampingi anak-anaknya tumbuh. Alhasil, ayah-ayah zaman sekarang menyandang peran mirip orang-orangan sawah pengusir burung. Kerap kita dengar ibu memarahi anaknya sambil berkata ‘Awas, tunggu ayah pulang’ atau ‘Awas, Ibu bilangin Ayah, tau rasa kamu’ Suara ibu-ibu yang memperparah keadaan. Membuat gap antara ayah dan anak semakin jauh”.

Padahal menurut Ibu Elly Risman “Kehadiran ayah dalam mendampingi tumbuh kembang anak dapat membuat mereka merasa lebih berarti, membentuk pribadi yang tangguh dan penuh inisiatif.”

Saya pribadi sering menghadapi situasi di mana saat Bunda dibuat begitu sibuk dengan pekerjaannya di rumah, ayah kadang tidak merasa perlu turun tangan untuk membantu. Lupakan urusan tetek bengek rumah, biar itu porsi Bunda saja yang memang diam di rumah. Minimal secara otomatis (tanpa harus diminta) Ayah dapat mengambil alih tugas mengurus keperluan anak-anak, terutama para balita yang belum 100% mandiri. Hal yang sejatinya merupakan kewajiban Ayah juga. Tapi apa mau dikata, sulit untuk seorang Ayah mengambil peran itu lantaran keterbatasan prioritas. Buat Ayah, kadang waktu istirahatnya demikian berharga untuk diganggu gugat, meski untuk urusan anak.

Menghadapi situasi ini seringkali saya emosi dan kehilangan nilai ibadah semua yang saya kerjakan karena jengkel. Apa daya Bunda cuma manusia.Walaupun kadang berhasil kontrol dan melihat semuanya sebagai ladang amal yang luas dan menghasilkan. Tapi anak-anak kan berhak akan waktu Ayahnya, untuk ikut ambil bagian mengurusi mereka. Banyak kegiatan sederhana tanpa biaya yang dapat dilakukan ayah bersama anak-anak di rumah, yang bisa membuat mereka bahagia dan lebih cerdas emosinya dengan partisipasi ayah yang all out.

Pertanyaannya adalah apa yang harus kita lakukan sebagai Bunda yang mau memperjuangkan hak anak-anak memperoleh waktu produktif para Ayah..?? Rasanya perhatian tulus Ayah untuk anak-anak akan jauh lebih bernilai romantis dari pada hadiah ulang tahun mahal atau candle light dinner di tempat yang wah.

Sejatinya para ayah ini adalah manusia kompeten di tempat kerjanya, yang kreatif dan produktif. Juga penuh dedikasi. Tapi kenapa tiba di rumah mereka seperti kehilangan jati diri. Potensinya menguap. Apakah karena mereka menilai kita sebagai bunda sudah melakukan tugas dengan terlalu baik sehingga tak perlu bantuan dan partisipasi Ayah lagi. Bukankah akan lebih hebat hasilnya jika Ayah dan Bunda bekerja sama secara sinergis mendidik para penerus bangsa kita. Para pejuang yang nantinya akan memperbaiki umat.

Katanya krisis peran ini terjadi karena sejak dahulu sangat sedikit contoh figur ayah teladan di negeri ini. Para Ayah itu merasa nyaman dengan sibuk sendiri tanpa menempatkan kebutuhan batin anak-anak akan partisipasinya dalam prioritas hidup mereka sehari-hari. Sepertinya mereka perlu disadarkan, suatu hari mereka harus bertanggung jawab akan sikap ini di hadapan Sang Khalik, yang menempatkan mereka sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Lupakah mereka dengan teladan yang dicontohkan Rasulullah SAW, sebagai ayah terhebat di muka bumi.

Saya pribadi tidak pernah berhenti berharap dan berdoa agar terpenuhi hak anak-anak memperoleh waktu produktif ayahnya. Alhamdulillah, Ayah sebenarnya masih punya kesadaran akan perannya. Hanya seringkali kalah dengan kantuk dan kepentingan pribadinya. Tapi Ayah selalu siap dimintai pertolongan meski butuh waktu panjang menunggunya bergerak. Apapun, Ayah masih lebih baik dari pada banyak Ayah lain yang lebih tidak perduli. Itu harus disyukuri.

Semoga Allah SWT membuka hati para suami agar mau menjadi ayah teladan segera, sebelum semua terlambat. Tanpa terasa anak akan segera beranjak remaja tanpa kedekatan dengan Ayahnya. Sehingga berkurang potensi mereka menjadi manusia yang lebih paripurna dan kaya kosa kata dalam memaknai hidupnya.

Anak adalah tanggung jawab kedua orang tua, yang memiliki peran sama dihadapan Allah SWT. Meski sebagian besar kisah dalam AlQuran, seperti dalam Surat Luqman, hanya menyebut peran ayah saja. Maka bangkitlah Ayah... Semangat... Ambil peran lebih besar... Anak-anak pasti akan lebih bahagia dan tumbuh lebih sempurna di dekat Ayahnya...

Bagi Anda yang sudah menjadi figur ayah teladan, atau punya suami teladan, jangan segan berbagi kisah untuk menginspirasi kami yang belum seberuntung Anda. Terima Kasih.

Stay Smart N Get Smarter Everyday…

Sumber: Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>
Assalamualaikum
Tanggapan ini saya buat bagi sesama ibu menyusui yang mengalami kesulitan selama proses menyusui. Saya ibu dg 2 anak. Sy sdh mengetahui manfaat ASI sebelum menikah, maka ketika hamil pertama sy sdh memiliki mindset untuk memberi ASI eksklusif. Ternyata mindset saja tidak cukup, diperlukan pengetahuan (know-how)untuk melengkapinya. Beberapa faktor penyulit membuat saya gagal melaksanakannya, seperti ASI yang tidak keluar, putting susu yang masuk ke dalam, bayi yang tidak mau menyusui (saya baru tahu kemudian bahwa posisi menentukan keberhasilan menyusui). Bayi yang tidur terus menerus malah membuat saya senang karena saya pikir dia bayi anteng. Ternyata di hari ketiga kelahirannya, kakak saya bilang kalau bayi saya itu kuning. Pada hari itu juga saya bawa ke dokter dan hasil lab menyatakan bilirubinnya 11.Qodarullah, pada hari yang sama bayi saya masuk ruang perinatalogi. Tak terbayang rasanya, anak pertama (sebelumnya saya pernah keguguran) umur 3 hari sudah harus di rawat di RS, dan yang bikin sesak orangtua tak boleh menemani. Saya hanya diberi kesempatan 3 kali sehari menjenguk dan menyusui bayi saya tersebut. Tapi setiap kali saya coba susui, dia tak pernah mau. Bahkan untuk melek mata saja susahnya minta ampun. Sgl cara saya coba bangunkan dia, mulai dari dikelitik telinganya, dikelitik telapak kakinya tetap saja tdk bangun. Membuat saya frustasi.
Lalu teman yang membantu saya selama di RS tersebut menyarankan untuk konsultasi ke klinik laktasi. Alhamdulillah, selama di klinik laktasi saya belajar manajemen laktasi, seperti manfaat ASI eksklusif, posisi menyusui yang benar, gizi yang harus tercukupi ibu,merawat payudara supaya ASI tetap terjaga kuantitas dan kualitasnya dll. Saya sangat sangat bersyukur bisa mendapat pengetahuan yang membantu saya dan bayi saya juga tentunya. Walaupun dia tetap tdk bisa mendapat ASI eksklusif (selama di RS mendapat susu formula).
Pada hari ke enam, saya bawa pulang bayi saya walau dokter masih melarang (bilirubin belum di bawah 7, katanya) dengan pertimbangan besok mau aqiqah. Masa aqiqah ga ada bayinya,begitu pikiran kami saat itu. Tp alhamdulillah, ga apa-apa tuh.
Mindset untuk memberi ASI eksklusif ditambah know-how manajemen laktasi tidak akan berhasil tanpa komitmen. Ranah komitmen ini jg yang tidak berhasil saya tetapkan, karena ketika bayi saya umur 9 bulan saya hamil lagi.
Pada kehamilah anak kedua ini saya betul-betul berniat menyempurnakan 3 ranah tersebut. Ketika lahir, bayi kedua saya ini memiliki faktor penyulit yang sama dengan anak pertama. ASI tidak keluar, puting masuk ke dalam dan bayi yang malas menyusui. Dengan tekad yang kuat dan bekal pengetahuan dari klinik laktasi, saya tetapkan komitmen saya.
ASI yang tidak mau keluar saya peras pakai tangan, karena saya pernah coba pakai alat sakitnya minta ampun dan ASI tetap tidak keluar. Selama setengah jam memeras, saya Cuma dapat 20 cc. Setiap 2 jam, saya bangunkan bayi untuk menyusui, itupun paling Cuma 5 menit dia mau menghisap biasanya tidur lagi. Kalau sdh begini, perasan ASI sebelumnya saya suapin pakai sendok. Saya ga mau bayi saya kekurangan ASI lagi. Dan yang namanya bangunin bayi itu ga seperti bangunin orang dewasa. Susahnya minta ampun. Ketika bayi dah bergerak dan mulutnya terbuka sedikit, kita harus sigap memasukkan puting ke mulutnya. Biasanya kalau sdh ada puting di mulutnya, bayi akan refleks menghisap.tapi kalau bayi tidur lagi, kita harus bangunin dia lagi. Begitu terus sampai kita keringetan deh, eh maksudnya sampai payudara terasa kosong. Proses ini berlangsung selama 2 minggu. Yah selama itu kegiatan saya Cuma meras ASI yang sedikit dan bangunin bayi. Alhamdulillah setelah 2 minggu bayi saya mulai pintar menyusui sehingga tak perlu saya bangunin tiap 2 jam. Jam biologisnya mulai bekerja.
Kini mereka sudah berumur 4 dan 2 tahun 9 bulan. Dampak dari ASI eksklusif memang terasa sekali, anak pertama saya langganan dokter. Pencernaannya tidak bagus, alerginya macam-macam. Sedangkan anak kedua, jadi anak yang kuat dan jarang sakit, kalaupun panas biasanya akan turun dengan sendirinya.
Memang dukungan orang sekitar sangat sangat membantu kita.Saya bersyukur ada keluarga yang selalu membesarkan hati saya untuk tidak menyerah memberi ASI, suami yang rela ngipas-ngipasin kalau saya sudah keringetan. Semoga para ibu yang lain juga lebih bersemangatnya dari saya dalam memberi yang terbaik untuk buah hati. Yang terbaik berawal dari ASI.
wassalammualaikum
By:Nina Alfa Rizkana
>

Bahasa Kasih Bagi Anak

Saya pernah mengikuti ceramah singkat tentang bahasa kasih, isinya cukup bagus dan membuka mata untuk mebina hubungan komunikasi kasih antara orang tua dan anak. Inti dari materinya memberikan pencerahan dalam membina komunikasi kasih yang efektif antara orang tua dan anak karena setiap individu anak memerlukan media dan cara yang tepat untuk merasa disayang oleh orang tuanya.

Kasih sayang ibarat bahan bakar yang menjadi pengerak dan motivasi bersikap bagi anak. Kalau bahan bakarnya habis maka kendaraan akan mogok dan berhenti, nah sebelum bahan bakarnya habis perlu diisi ulang terlebih dahulu. Isi ulang kasih sayang terhadap anak ini sebenarnya adalah sesuatu yang secara harian sudah dilakukan oleh orang tua, tetapi permasalahannya adalah sang anak tetap merasakan kurang kasih sayang walaupun orang tua sudah merasa memberikan secara optimum. Nah...jika kejadiannya seperti ini, terdapat ‘gap’ antara pengertian kasih sayang yang diberikan oleh orang tua dan penerimaan hal tersebut oleh si anak. Dampak dari hal ini bisa bermacam-macam mulai dari ngambek, tidak mau mendengar bahkan melawan orang tua, sampai potensi terjerumusnya anak kepada aktivitas-aktivitas yang negative.

Kenali Karakter anak,
Secara umum ada 3 media bagi sang anak untuk menangkap informasi dari luar, media tersebut adalah visual, lisan dan gerak (kinestetik). Masing-masing anak mampu menangkap informasi dari ke tiga media tersebut akan tetapi biasanya ada salah satu yang lebih dominan dianta yang lain.
-Visual, anak lebih dapat menangkap informasi dari apa yang dilihat. Tulisan dan gambar merupakan icon yang gampang diingat dan dimengerti olehnya.
-Lisan, anak lebih mudah menangkap informasi dari apa yang dia dengar. Kata-kata yang disampaikan mudah diserap dan diingat oleh sang anak.
-Gerak, anak lebih mudah menyerap informasi dari gerakan yang dirasakan dan diikuti olehnya.
Untuk mempermudah pengertian terhadap 3 karakter di atas dapat disimak dari contoh berikut ; perintahnya adalah ‚buanglah sampah pada tempatnya’. Perintah ini bagi anak visual lebih gampang kalau ditirukan oleh orang tua, mulai dari mengambil sampah yang tercecer lalu memasukkannya ke dalam tempat sampah. Bagi anak lisan, mereka cukup diperintah dan akan bergerak melakukannya. Sedangkan anak dengan tipe gerak, mereka harus dituntun tangannya mengambil sampah dan ‚digiring’ oleh orang tua menuju tempat sampah untuk membuangnya.
Dari sisi akademis, anak dengan tipe visual dan lisan tidak akan terlalu mengalami kesulitan dalam pelajaran disekolah formal, tetapi hal ini berbeda dengan anak kinestetik karena pola pendidikan kita belum mengakomodir metode pengajaran yang efektif buat mereka.

Cari bahasa kasih yang sesuai dengan karakter anak
Dengan menyadari bahwa anak setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda maka orang tua harus jeli melihat cara penyampaian kasih sayang yang cocok untuk mereka. Berikut adalah beberapa contoh metode yang dapat diaplikasikan sesuai dengan karakter anak;
1.Pujian; untuk anak dengan tipe lisan relatif merasa disayangi dengan kata pujian dari orang tuanya. Akan tetapi tidak semua anak nyaman dengan kata pujian, sebagian mungkin merasa risih dengan kata-kata yang disampaikan. Pujian yang disampaikan haruslah yang bersifat positive dan memberikan motivasi kepada anak untuk lebih baik lagi. Jangan memberikan pujian yang bisa menyebabkan anak jadi besar kepala dan angkuh.
2.Hadiah; hadiah bersifat umum, mungkin anak dengan semua karakter akan senang jika diberi hadian oleh orang tuanya.
3.Sentuhan; anak-anak dengan tipe kinestetik mungkin akan lebih menikmati sentuhan dari orang tuanya dibandingkan anak dengan tipe yang lainnya.
4.Pelukan; pelukan merupakan cara umum untuk menyampaikan kasih sayang orang tua kepada anak, tetapi bagi sebagian anak terutama dengan tipe gerak, mereka malah merasa tidak nyaman dengan hal ini.
5.Quality time; kebutuhan akan Quality time ini kadang terlontar dari anak tetapi tidak disadari oleh orang tua. Sinyal yang muncul mungkin bisa disampaikan sbb;
- mama/papa bisa nga’ kita jalan keluar dengan ‚kakak’ saja.
- Mama/Papa, temenin tidur sebentar saja...
Terkadang anak membutuhkan waktu personal dengan orang tua dan tidak diganggu oleh saudara yang lainnya.
6.Service; erat kaitannya dengan pelayanan orang tua terhadap kebutuhan sehari-hari anak. Tetapi diluar yang rutin yang telah diberikan, terkadang untuk menunujukkan kasih sayang orang tua dapat memberikan service lebih. Contoh: dalam hal mempersiapkan makan, sang ibu tiba-tiba mempersiapkan masakan yang paling disukai oleh sang anak.

Ada baiknya Kita sebagai orang tua merenung dan menganalisa kembali hal-hal yang terkait sinyal-sinyal dan bahasa kasih yang dibutuhkan oleh anak. Hal ini penting agar komunikasi kasih sayang menjadi efektif, serta tangki kasih sang anak selalu penuh sehingga mereka tidak mencari-cari lagi dari sumber yang lain. By :David Chandra

Sumber: Smart Parenting (Forum Komunikasi Ortu Cerdas) I
>

Kampanye ASI

Bahagia rasanya mengetahui bahwasanya masih ada ibu yang peduli untuk memberikan ASI pada anaknya selama 2 tahun penuh.

Saya sadar betapa banyak ujian yang akan dihadapi sang ibu pada saat ia akan memberikan asi untuk buah hatinya, diantaranya:
- ASInya sedikit sekali bahkan tidak keluar
- bayinya tak mau/susah menyedot ASI karena putingnya tidak/kurang menonjol
- sang ibu sangat kecapean dan sakit hingga tidak dapat memberi ASI
- sang anak tidak sehat/normal sehingga perlu dibantu susu formula?
- sang ibu harus bekerja sehingga tak dapat memberi ASI
- dan banyak lagi....

Semua itu benar-benar dapat meruntuhkan niat ibu untuk memberi ASI ekslusif dan menyusui ASI 2 tahun penuh pada anak-anaknya.
Padahal.....
Jika kita sebagai ibu tahu banyak keistimewaan ASI niscaya bagaimanapun caranya... bagaimanapun ujiannya dan godaannya... setidaknya kita akan berusaha sekuat tenaga untuk memberi ASI ada buah hati kita.

Sejauh ini motivasi terbesar yang saya miliki dalam memberi ASI eksklusif dan menyusui selama 2 tahun penuh pada ketiga anak-anak adalah:

- dukungan dari sang suami (terutama nasihat yang ia berikan untuk tetap memberi ASI)
- memberi ASI benar-benar menguntungkan Ibu dan anak sekaligus. (berat badan saya cepat kembali normal dan anak-anak sehat)
- menyusui itu sebuah kemudahan dari Allah yang hanya bisa dirasakan oleh ibu yang ikhlas dalam setiap proses menyusui.
- ASI begitu mudahnya diberikan pada bayi padahal (menurut yang pernah dimuat pada koran Pikiran Rakyat) bila dikonversikan harga ASI menjadi susu Formula adalah dengan memberi ASI 6 bulan sama dengan 1,8 Triliyun rupiah atau sekira 300 milyar rupiah perbulan pengeluaran untuk susu bayi.

Begitu pemurahnya Allah SWT telah memberikan kekayaan bagitu besar pada kita... tapi dengan mudah kita sia-siakan hanya demi mengejar pekerjaan yang memiliki nilai rupiah yang jauh lebih kecil.... By:Desi Oktoriana


Sumber: Smart Parenting I
>